Jika kita baru saja mengikuti suatu pelatihan yang sifatnya pencerahan atau berupa membangun kecerdasan spiritual, biasanya kita akan ikut terbawa semangat atau merenungkan kembali apa tujuan hidup kita di dunia. Sang instruktur begitu meyakinkan kita dengan cara pandangnya dan nilai-nilai hidup yang diajarkannya. Pulang dari sana kita akan mencoba menerapkan nilai-nilai baik yang telah diingatkan kembali kepada kita. Misalnya nilai “intergrity”, bagaimana pergaulan kita selama ini di pekerjaan, apakah kita mencapai kedudukan yang sekarang dengan mengambil jalan yang lurus, tanpa menjilat atasan, tanpa menyikut kiri kanan. Dalam berusaha apakan tender yang kita menangkan adalah hasil kerja keras dan profesionalisme bukan hasil KKN dan pemberian amplop dibawah meja kepada ketua proyek.
Apa jadinya jika kita ternyata mengetahui bahwa sang intruktur tadi hanya “Omdo atau omong doing”, demi melariskan modul pelatihannya.Dari beberapa sumber yang dipercaya kita mengetahui bahwa nilai yang diajarkan tidak lebih hanyalah slogan belaka.Seorang instruktur atau guru atau dosen bukan hanya cukup menguasai ilmu pengetahuan dan ketrampilan tertentu, tapi dia juga harus mampu berperan sebagai pendidik yang mengamalkan nilai-nilai baik itu sebelum diajarkan kepada orang lain. Dia adalah role model atau panutan yang meyakini kebenaran nila baik yang diajarkannya sehingga mampu menerapkannya dalam prilaku sehari-hari. Pendidik bukan saja bertanggung jawab atas kecerdasan anak didiknya tapi juga memastikan nilai baik tertanam dibenak dan dihati anak didiknya.kalau dia mengajarkan kejujuran, maka dia harus berlaku jujur terlebih dahulu.
Tidak ada kekuatan yang lebih besar dari seorang guru atau pemimpin tanpa dia menjadikan dirinya contoh soal atau panutan. Kalau kita melihat film perang atau membaca cerita kepahlawan zaman dahulu, maka kita akan melihat dan membaca bagaimana seseorang dipilih menjadi panglima perang.Panglima perang sudah pasti adalah orang yang terberani, terpandai, ahli strategi dan yang pasti memimpin didepan. Sang panglima memberikan perintah langsung dan berhasil mengalahkan lawannya lebih banyak dibandingkan prajurit manapun dipasukannya .Bukan perang zaman sekarang yang hanya menerjunkan prajurit didepan dan para jenderal dibelakang layar.
Jangan mengaku menjadi pemimpin jika anda termasuk orang yang hanya mau cari selamat. Kegagalan suatu pekerjaan adalah kegagalan kita sebagai seorang pemimpin, bukan hanya kegagalan anak buah. Jika kita mau bawahan kita bersemangat maka pemimpin harus lebih semangat dari mereka. Jika kita menginginkan anak buah memiliki rasa bangga terhadap perusahaan, maka kita harus menunjukan rasa bangga itu terlebih dahulu baru menularkannya pada mereka. Jika meminta karyawan untuk disiplin, kerja keras, dan tepat waktu, tunjukan dahulu kita adalah orang yang lebih disiplin, lebih kerja keras dan sangat menghargai waktu. Hanya dengan contoh….contoh.. contoh….dan melakukan serta menyelaraskan antara ucapan dengan perbuatan, maka kita akan membangun sebuah kepercayaan yang hebat dari anak didik, dari bawahan, dan dari karyawan. Dengan kepercayaan itu akan terbentuk sebuat tim yang hebat
Sabtu, 14 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar