Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 25 Agustus 2009

Buku-Buku Karya Iftida Yasar


Revisi Soal Pesangon di UU no 13 tahun 2003 akan mengurangi penggunaan tenaga kerja outsourcing

Kadin: Kaji ulang UU Tenaga Kerja
Revisi soal pesangon akan kurangi penggunaan pekerja outsourcing
JAKARTA: Pengusaha, melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, kembali meminta pemerintah untuk mengkaji ulang Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketua Umum Kadin Indonesia M.S. Hidayat berjanji revisi soal berbagai ketentuan tentang pesangon yang ada dalam UU Ketenagakerjaan, akan diikuti dengan berkurangnya penggunaan sistem alih daya (outsourcing) dalam rekrutmen pekerja.

“Di UU itu ada ketentuan tentang pesangon yang memberatkan pengusaha. Hal itu tidak ada di luar negeri. Akhirnya, banyak perusahaan besar yang menghindari itu [ketentuan pesangon], dengan menggunakan pekerja outsourcing,” jelasnya dalam acara workshop yang diselenggarakan Kadin dengan tema Tren Global Alih Daya atau Outsourcing, kemarin.

Penggunaan pekerja dengan sistem outsourcing memang diperbolehkan dana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Di pihak lain, hal mengenai aturan outsourcing inilah yang banyak dikeluhkan oleh pekerja.

Hidayat menambahkan pemerintah telah meminta Kadin untuk memberikan masukan mengenai hal itu paling lambat pada bulan depan.

“Kami sudah susun roadmap soal apa yang harus dilakukan pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Salah satu hal yang diajukan adalah review [mengkaji kembali] UU No. 13 soal Ketenagakerjaan,” katanya.

Kendati menyebutkan penggunaan tenaga kerja dengan sistem outsourcing bisa dikurangi dengan adanya revisi UU Ketenagakerjaan, Hidayat yakin sistem tersebut akan bisa membantu Indonesia mengurangi tingkat pengangguran yang tinggi.

“Outsourcing yang sekarang ini banyak digunakan, bisa dikurangi. Namun, ada bidang pekerjaan tertentu yang memang tidak bisa dihindari untuk tetap menggunakan sistem outsourcing, sebagaimana misalnya yang terjadi di India,” jelasnya.

Iftida Yasar, Ketua Komite Tetap bidang Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Kadin Indonesia, menambahkan UU No. 13/2003 memang harus direvisi karena UU tersebut juga tidak disukai oleh pekerja.
“Pekerja tidak suka karena ada ketentuan soal outsourcing-nya, sedangkan pengusaha tidak suka karena ada ketentuan soal PHK dan pesangon. Jadi memang harus direvisi. Perlu ada aturan pelaksanaan yang jelas untuk menetapkan jalan tengah dari UU ini,” jelasnya.

Perlindungan pekerja

Programme Officer Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Lusiani Julia, yang dtemui dalam kesempatan yang sama, mengatakan pemerintah seharusnya lebih mengutamakan perlindungan tenaga kerja dalam mengatur tentang outsourcing.

Mengacu pada UU No. 13/ 2003, sistem outsourcing boleh digunakan dengan sejumlah ketentuan seperti perusahaan diberi batasan waktu tertentu dalam menggunakan pekerja yang sama dalam sistem alih daya tersebut (masa kerja pekerja outsourcing).

Perusahaan juga harus menentukan bidang-bidang yang pokok (core) dan yang tidak pokok (non-core) dalam kegiatan usahanya, dan hanya boleh menyerahkan pekerjaan yang masuk dalam bidang non-core kepada pekerja outsourcing.

“Ketentuan soal masa kerja serta core dan non-core dalam sistem outsourcing itu juga belum terbukti mampu melindungi tenaga kerja kan? Jadi, sebenarnya harus ada sistem yang lebih bagus seperti jaminan sosial, sehingga pengusaha tidak merasa harus menanggung semuanya sendiri,” jelasnya.

Pemerintah diminta mampu menyelesaikan masalah ini agar tidak terus-menerus terjadi konflik antara pengusaha dan pekerja.

“Hal yang ditakutkan oleh pengusaha selama ini adalah membayar uang pesangon. Jadi, pemerintah harus membuat aturan agar pesangon ini tidak menjadi hal yang menakutkan,” kata Lusiani. (yeni.simanjuntak@bisnis.co.id)

Oleh Yeni H. Simanjuntak
Bisnis Indonesia

Workshop Trend Global Outsourcing 2



Workshop Trend Global Outsourcing 1



Praktik Outsourcing Makin Dominan sejak Krisis

JAKARTA-MI: Meski terus menuai protes dari kalangan buruh, praktik alih daya (outsourcing) dalam penyediaan kebutuhan tenaga kerja nasional tidak bisa dihindarkan. Bahkan sejak krisis ekonomi global, outsorcing semakin banyak digunakan kalangan pengusaha dan industri.

\\"Seiring krisis global, tidak bisa dipungkiri penggunaan jasa outsorcing merupakan salah satu cara efisiensi yang dilakukan perusahaan. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga dalam skala global,\\" ujar Programme Officer Organisasi Buruh Interdnasional (ILO) Lusiani Julia saat Workshop Trend Global Outsourcing yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) di Jakarta, Kamis (13/8).

Selain menggunakan outsorcing secara langsung, banyak juga perusahaan yang mengubah status pekerja tetap menjadi pekerja kontrak. Secara global, rata-rata jumlah pekerja yang dialihstatuskan mencapai di atas 20 persen.

\\"Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia juga tidak luput dari kondisi ini. Rata-rata sekitar 28 persen,\\" ujar Lusiani.

Meski status pekerja kontrak yang menggunakan jasa outsorcing banyak ditentang, di negara lain justru sudah umum dilakukan.

\\"Di negara maju, tidak pernah muncul permasalahan status pekerja ini karena sistem jaminan sosial (seperti Jamsostek) sudah sangat melindungi hak-hak pekerja. Di Indonesia pekerja yang dilindungi Jamsostek di bawah 30 persen,\\" ujarnya.

Disebutkan, di sejumlah negara Asia, perubahan status tersebut terjadi hingga di atas 20 persen. Filipina, misalnya, diperkirakan jumlah pekerja kontrak mencapai 35 persen dari total pekerja.

\\"ILO tidak melihat outsorcing harus dilarang. Namun untuk di Indonesia, outsorcing banyak dilakukan perusahaan-perusahaan untuk menghindari kewajiban-kewajiban perusahaan seperti masalah tanggungan kesehatan, keselamatan pekerja, kewajiban pajak dan lain-lain,\\" ujar Lusiani.

Menurutnya, setidaknya ada 3 hal utama kenapa perusahaan melakukan langkah outsorcing yang bisa dibenarkan secara ketentuan.
\\"Pertama mengenai pengurangan biaya tenaga kerja dari sebuah perusahaan yang sedang mengalami kesulitan dengan tujuan agar perusahaan tersebut tetap hidup. Kedua, alasan yang bisa diterima adalah, dalam rangka perusahaan mencari tenaga kerja yang kompeten dalam hal-hal pekerjaan yang tidak permanen atau hanya sesaat saja. Dan ketiga, outsorcing dibolehkan ketika di suatu perusahaan sedang terjadi reorganisasi, untuk menggantikan sementara karyawan yang berhalangan,\\" papar Lusiani.

Namun modus menghindari kewajiban itu memang kentara sekali di Indonesia. \\"Kalau di Indonesia praktek outsorcing dan kerja kontrak untuk menghindari kewajiban dari undang-undang misalnya soal pesangon,\\" jelasnya.

Bahkan dalam banyak kasus, perusahaan memilih melakukan outsorcing karena takut para pekerjanya melakukan serikat. Ini karena umumnya pekerja outsorcing tak ada waktu untuk berserikat.

Ada juga perusahaan melakukan hal tersebut dengan alasan menghindari pemogokan, atau menghindari masalah K3 agar tidak pusing-pusing atau mengindari penerapan jaminan sosial, keamanan dan kesehatan dan jaminan lain. \\"Ini yang kita tidak inginkan,\\" harapnya.

Menurut Lusiani, 188 negara anggota ILO umumnya menerapkan sistem outsorcing yang berbeda-beda karena permasalahan yang dihadapi pun berbeda.

\\"Kebijakan di Indonesia selama ini berpegang dalam prinsip bisnis inti dan noninti (core dan noncore bussiness) dalam penerapan outsorcing. Pengusaha akan memilah sektor mana yang bisa di-outsorcing dan mana yang tidak,\\" ujar Lusiani.

Dari data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) terdapat lebih dari 200 perusahaan outsorcing di seluruh Indonesia. (Jaz/OL-7)
Tenaga Asing Siap Masuk ke Indonesia

JAKARTA (Lampost): Potensi serbuan tenaga kerja outsourcing asing diperkirakan semakin marak dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini sejalan dengan kesepakatan-kesepakatan lintas profesi antarnegara yang dinaungi Badan Perdagangan Dunia (WTO) atau kerangka kerja sama lainnya.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan Publik, Hariyadi Sukamdani, di kantornya, Kamis (13-8). "Oh iya, akan banyak pemain asing masuk, misalnya pada 2010 nanti dokter asing sudah boleh masuk, yang selama ini di-protect oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) misalnya dari Bangladesh, Pakistan," kata. dia
Ia menambahkan serbuan tenaga outsourcing asing tersebut tidak terlepas juga dari kondisi pasar kerja di negara masing-masing khususnya untuk tenaga terlatih. Saat ini, menurut Hariyadi, kompetensi tenaga outsourcing dalam negeri harus terus berbenah untuk mengimbangi serbuan tenaga asing. "Pasti akan lebih banyak," ujarnya.
Hariyadi juga mengatakan serapan tenaga outsourcing yang dibutuhkan di dalam negeri juga akan semakin besar karena masalah outsourcing adalah hal yang alamiah. Bahkan sekarang ini mulai ada tren tenaga outsourcing merambah ke sektor-sektor pekerjaan primer dari sebelumnya hanya sebatas jenis pekerjaan sekunder.
Selama ini, kata Hariyadi, penerapan outsourcing di Tanah Air dinaungi peraturan dalam undang-undang. Selain itu, penerapan outsourcing tidak bisa dihindari karena menyangkut efisiensi perusahaan, misalnya, yang dilakukan sektor perbankan. "Outsourcing terjadi karena lebih pada sifat pekerjaan, misalnya perminyakan, perbankan, sektor penangkapan ikan," ujarnya.
Siapkan Jalan Tengah
Di lain pihak, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia terus mendorong-dorong pemerintah untuk segera melakukan revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan.
Kadin memiliki pemikiran agar dalam revisi tersebut harus dicari jalan tengah antara menghapuskan pesangon dan mengurangi jumlah tenaga outsourcing.
Ketua Umum Kadin M.S. Hidayat mengatakan saat ini pihaknya terus melakukan desakan kepada pemerintah untuk me-review kembali UU No. 13 Tahun 2003, meski sebelumnya pemerintah menegaskan tidak akan merevisi. "Ini terkait dengan review Undang-Undang No. 13, catatan kita terkait dengan pesangon di luar negeri nggak ada, kenyataannya dihindari oleh perusahan-perusahaan besar," kata Hidayat di sela acara Workshop Outsourcing di kantornya, Kamis (13-8).
Rencananya dalam waktu dekat, Kadin akan mengajak bicara pemerintah secara akal sehat terkait review UU No. 13 Tahun 2003, di antaranya masalah outsourcing yang selama ini dilakukan bisa dikurangi termasuk mengenai adanya ketentuan tinjauan pemberlakuan pesangon.
Dia mengatakan masalah outsourcing, di negara seperti India sudah sangat lazim, termasuk diterapkan kebanyak sektor untuk semua level jenis pekerjaan bahkan sampai level CEO. "Kita inginkan masalah review ini, bisa diletakan secara proporsional, bisa perusahaan yang memakai outsourcing untuk selanjutnya menjadi karyawan tetap," kata Hidayat.
Hidayat mengatakan jika review UU No. 13 Tahun 2003 sudah menjadi keputusan pemerintah, pihaknya mewakili pengusaha di dalam negeri sangat siap untuk diajak terlibat untuk melakukan dengar pendapat di DPR, khususnya masukan mengenai pesangon dan tenaga outsourcing. "Kita akan masukan (usulan) pada September ini," kata dia. n U-2

Lampungpost, (kilasberita.com/asd/dtc)

Kadin: Outsourcing Bukan Perbudakan Moderen

Jakarta - Penerapan outsourcing di tanah air sulit dihapus karena beberapa pertimbangan. Diantaranya mengenai landasan hukum yang dianggap sudah menengahi kepentingan pengusaha dan tenaga kerja yang sesuai dengan UU No 13 tahun 2003.

Sehingga selagi UU itu belum diubah atau dicabut maka praktek outsourcing akan tetap berjalan.
Perjuangan menghapus praktek outsourcing, telah dilakukan melalui proses judicial review yang diajukan oleh para serikat buruh ke Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu, yang menghasilkan keputusan yang intinya praktek outsourcing tidak bisa dihapuskan.
Praktek outsourcing dinyatakan masih memberikan perlindungan hak-hak buruh terlepas dari jangka waktu kerja yang menjadi syarat perjanjian kerja.
"Tidak terbukti (outsourcing) sebagai moderen slavery (perbudakan moderen) dalam proses produksi," kata Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kadin Indonesia Hassanudin Rachman di acara Workshop Trend Global Outsourcing di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (13/8/2009).
Dikatakan Rachman, outsourcing banyak diterapkan di banyak negara, bahkan kata dia pada saat 37 serikat pekerja melakukan judicial review ke MK, justru meng-outsourcing ke LBH Jakarta sebagai bentuk ironi.

"Putusan MK itu pertama dan final tidak bisa banding," jelas Rachman.

Sementara itu Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik Hariyadi Sukamdani mengatakan perusahaan-perusahaan alih daya (outsourcing), umumnya tidak menerapkan basis tenaga kerja jangka panjang. Namun berdasarkan keputusan MK, outsourcing di tanah air menyakan tetap berlaku sesuai dengan UU No 13 tahun 2003 soal ketenagakerjaan.
"Walaupun sudah ada putusan MK, para serikat pekerja tetap merongrong untuk melakukan desakan pencabutan outsourcing," kata Hariyadi.

Kadin: "Outsourcing" itu Untuk Perluas Peluang Kerja

Ketua Umum Kadin, MS Hidayat (ANTARA)@
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) MS Hidayat mengatakan, sistem perekrutan tenaga kerja outsourcing adalah solusi alternatif untuk memperluas kesempatan kerja sehingga bisa mengurangi angka pengangguran.

"Outsourcing jangan dianggap sebagai suatu yang negatif, tapi jadikan sebagai solusi alternatif," kata Hidayat dalam sebuah acara di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan di Indonesia pemahaman dan pelaksanaan outsourcing belum dikenal baik oleh masyarakat sehingga ditafsirkan negatif.
Itu terjadi karena prosedur perjanjian yang keliru telah membuat perusahaan outsourcing yang tidak memiliki kredibilitas dan ketidaktahuan publik akan hak-hak pekerja yang sebenarnya.
Outsourcing sudah menjadi tren global yang memberikan peluang yang sangat besar bagi perusahaan outsourcing Indonesia untuk mendapatkan kue outsourcing dunia.
Ia mengharapkan Indonesia tidak ketinggalan dari negara-negara lain yang telah memanfaatkan sitem outsourcing.
India misalnya menerima limpahan bisnis outsourcing dari perusahaan besar di Amerika Serikat dibidang call center dan teknologi informasi.
Hidayat mengungkapkan, Kadin sedang mempersiapkan road map mengenai regulasi yang dibutuhkan pengusaha, dan mana yang perlu dihapus karena tumpang tindih.
"Saya berharap pemerintah bisa membuat suatu aturan main yang lebih memenuhi kebutuhan dunia usaha yang pada akhirnya dapat memperluas kesempatan kerja," harapnya.

KIIC Tenants Gathering



Senin, 24 Agustus 2009

Workshop TREND GLOBAL OUTSORCING






Pelita Fikir Indonesia bekerjasama dengan KADIN Indonesia mengadakan Workshop bertajuk TREND GLOBAL OUTSOURCING pada tanggal 15 Agustus 2009 di ballroom menara Kadin. acara yang yang di sponsori Oleg PT.Djarum & Garudsa Indonesia itu menghadirkan 4 orang pembicara seperti Iftida Yasar (Dirut PPM sekaligus Ketua KOMTAP Penempatan Kerja Dalam Negeri Kadin Indonesia), Bpk.Hasannudin Rahman(Apindo), Ibu.Lusi(ILO),Hariadi B.Sukamdani(Wakil Ketua Umum Kebijakan Publik Kadin Indonesia) serta dimoderatori oleh Bpk.Suprayitno(DPN.Apindo)