Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 10 Februari 2009

Makan untuk Hidup

Makan untuk Hidup…

Kompas Minggu 18 Desember 2007 menceritakan bagaimana para pencari sagu suku asmat
harus berjuang melawan ratusan nyamuk dihutan demi mendapatkan sagu untuk keluarga mereka. Kebanyakan pencari sagu adalah para ibu rumah tangga.Setelah berjalan sekitar 2 jam dihutan baru mereka menemukan pohon sagu dan setelah ditebang dan diproses kira-kira sore hari baru mereka pulang dengan membawa sagu untuk keluarganya.Betapa berat perjuangan mereka untuk mendapatkan bahan makanan buat keluarganya dirumah. Dibandingkan dengan kita warga metropolitan yang dalam keadaan yang berkecukupan selalu bingung untuk menentukan mau makan apa .

Saya pernah berkantor di setiabudi building dimana banyak sekali tempat pilihan restoran disana.setiap hari mulai dari waktu sarapan sampai dengan malam hampir semua tempat penuh.Biasanya mulai jam 11 siang deretan panjang mobil yang antri untuk masuk pelataran parkir sudah mulai terlihat.Pihak pengelola gedung yang sudah menambahkan sarana parkir masih saja tidak bisa menampung jumlah mobil yang datang.Untuk tempat yang paling sering didatangi pengunjung mereka tidak memperbolehkan pengunjung me reserved tempat.Penikmat makan enak harus rela datang lebih dahulu untuk mendapatkan tempat atau menunggu selesai orang lain yang sudah lebih makan disana.Bagi yang sudah mendapatkan tempat lebih dahulu juga harus tebal muka dan cuek untuk tetap menikmati makan siang sambil ha ha hi hi dengan teman semeja tanpa memperdulikan tatapan tidak sabar dari pengunjung yang masih antri didepan kita.Belum lagi tatapan para waitres yang tidak sabar ingin segera membersihkan meja kita begitu melihat makanan dimeja telah habis.

Biasanya kalau kita makan di restoran kita sudah tau makanan apa yang enak disana, tapi tetap saja masih suka bingung menu apa yang akan dipilih.Semua kelihatannya enak dan mengundang selera, sehingga akhirnya karena lapar mata memilih berbagai menu. Baru setelah makanan terhidang baru menyadari banyak betul makanan yang dipesan.Karena semua makanan enak sayang jika tidak dihabiskan sehingga semua disikat walaupun akhirnya kekenyangan.Alhasil setelah kekenyangan menjadi kurang nikmat lagi dan membuat rasa begah diperut bahkan menjadi mengantuk.

Saya pernah menjadi training manajer di sebuah perusahaan asing dimana training selalu dilakukan dihotel berbintang, minimal hotel bintang 3.Makanan yang terhidang sangat mewah dan berlebih. Mulai dari coffee break pertama setidaknya 2 macam snack ditambah kopi atau teh.Makan siangnya beraneka macam makanan enak ditambah dessertnya yang juga sangat menggugah selera.Diakhiri dengan coffee break sore yang juga sarat dengan pilihan kue yang lezat. Dengan pilihan makanan yang menurut saya sudah diatur sedemikian baik oleh para ahli perhotelan, ternyata masih ada saja yang komplain.Menunya yang kurang cocok, kuenya kurang enak, dessertnya kurang banyak, dll. Kalau komplain sudah keterlaluan biasanya saya Tanya “Apa sih yang kamu makan dirumah? Saya pengen lihat, kok makanan begini enak masih komplain.

Tidak ada yang salah dengan pola makan yang seperti itu, terutama jika kita telah mencapai taraf hidup tertentu yang memang mampu membiayai hal tersebut. Saya sendiri dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang selalu menyediakan makanan satu untuk semua, tidak ada yang diitimewakan.Saya pernah komplain keibu kenapa tiap anak tidak dimasakan sesuai dengan kesukaannya masing-,masing seperti ibunya teman saya sebelah rumah. Teman saya sangat dimanjakan oleh ibunya tiap hari untuk 4 orang anak dimasakan menurut kesukaan masing-masing.Kalau sore hari selalu ada kue-kue dan kulkas serta lemari makanya selalu penuh dengan makanan enak.Sering sekali bau asap sate atau bau kuah bakso tercium dari rumah sebelah karena mereka sering sekali jajan.Rasanya saya iri dan menganggap ibu saya pelit, ingin rasanya ibu saya juga seperti ibu teman saya.Usulan dan komplain tetap tidak didengar, makanan yang terhidang selalu sama untuk semua.Kalaupun ada kue-kue paling pisang goreng atau rebus yang juga dalam jumlah yang banyak untuk orang sekampung.

Ibu saya selalu memasak dalam jumlah besar dan biasanya banyak sayur mayur dibandingkan dengan lauk daging atau ikan, Selain keluarga kami yang 6 orang dirumah banyak saudara baik dekat maupun jauh yang ikut kami.Kadang-kadang jumlahnya tidak tanggung-tanggung pernah yang ikut kami berjumlah 16 orang ditambah kami 6 orang sehingga jumlahnya 22 orang.Bayangkan setiap hari berapa liter beras yang harus dimasak. Waktu kecil saya sebal sekali dengan mereka sebab kadang-kadang lauk habis dimakan oleh mereka tinggal sisa sayur, padahal pembantu setia kami selalu menyembunyikan lauk untuk saya tapi kadang tetap saja hilang.Kalau saya marah biasanya ibu akan berkata sudahlah kasihan mereka, kamu dibuatkan telur goreng aja ya.

Kini hasil didikan ibu saya yang selalu mengajarkan berbagi dengan saudara dan makan apa saja yang terhidang membuat saya gampang sekali dalam hal makanan.Saya tidak pernah komplain mengenai makanan yang disediakan oleh pembantu dirumah atau di kantin kantor.Karena terbiasa dari kecil makan sayur, maka jumlah serat dari sayur dan buah mendominasi pola makan saya. Komposisi jumlah sayur dan buah sekitar 2/3 dari jumlah karbohidrat dan protein. Makan hanya untuk hidup bukan hidup untuk makan..Dirumah saya juga jarang sekali menyediakan camilan atau makanan kecil, isi kulkas juga sesuai dengan kebutuhan.Kalaupun saya harus makan enak direstoran itu hanya untuk menyenangkan keluarga sekali-kali atau makan dengan klien urusan bisnis.

Dampaknya terhadap saya adalah dalam usia 47 tahun saya tetap langsing untuk ukuran emak-emak, awet muda dan jarang sekali sakit karena pola makan saya yang sehat. Tentang teman saya yang dulu yang terbiasa makan enak kelihatannya jauh lebih tua dari saya, badannya gemuk, sakitan, bahkan kena gula sehingga ia sangat tersiksa karena makan sekarang harus ditakar. Makanan rumahan biar bagaimana walaupun sederhana tetap lebih sehat dibandingkan dengan makanan restoran.Sekali-kali boleh makan enak di restoran tapi jangan jadikan sebagai gaya hidup jika anda ingin sehat dan hemat.

Iftida Yasar- Jakarta

Tidak ada komentar: