Entreprenuership
Salah satu usaha yang kami lakukan adalah merekrut “fresh graduated” untuk kemudian dilatih dan ditempatkan di perusahaan yang membutuhkannya. Banyak sekali lamaran yang masuk keperusahaan, baik melalui jalur email, surat, atau diantar sendiri. Apalagi jika kebutuhan akan suatu lowongan pekerjaan diiklankan di Koran atau kami lakukan dengan jalan mengikuti job fair, dipastikan ratusan bahkan ribuan lamaran akan masuk.Banyaknya surat lamaran yang masuk bukan jaminan akan mendapatkan banyaknya calon pekerja yang memenuhi kriteria. Misalnya perusahaan mencantumkan batas IP sebesar 2.75, maka seleksi pertama dimulai dengan membuang surat lamaran yang IP nya dibawah 2.75.Semakin banyak persayaratan, maka semakin banyak pula surat lamaran yang akan disisihkan. Perbandingannya biasanya dari 1000 surat lamaran yang masuk paling yang memenuhi persyaratan ada 300 buah, lalu setelah seleksi awal sampai akhir akan terjaring sekitar 100 calon pekerja yang diterima.Yang tidak memenuhi persyaratan lalu mau kemana?
Apa saja yang dilakukan oleh kampus tempat para mahasiswa itu kuliah untuk meningkatkan daya saing mahasiswanya.Apakah mereka tidak pernah memberitahukan apa saja persyaratan yang diminta perusahaan agar dapat lulus dalam seleksi. Bagaimana mengukur keberhasilan suatu universitas atau akademi, apakah ada factor yang mengukur keberhasilan suatu universitas atau akademi itu dengan jalan membandingkan antara jumlah lulusannya dengan jumlah lulusannya yang diterima bekerja. Sebaliknya apa yang telah dilakukan oleh dunia usaha atau kerja, apakah mereka mendatangi kampus untuk bekerja sama agar perguruan tinggi mencetak para lulusannya yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha.Istilahnya adalah “Link and Match”.
Walaupun sudah banyak program perusahaan masuk kampus dalam rangka menjaring dan mendekatkan dirinya dengan kampus, tapi jarak antara kompetensi para lulusan kampus ini dengan kebutuhan dunia kerja masih sangat jauh. Dibutuhkan usaha yang terus menerus dan keterbukaan diantara kedua belah pihak agar tercapai suatu pengertian untuk membuat kurikulum yang berdasarkan kebutuhan dunia usaha.Rasanya sedih dan bingung mau dikemanakan surat lamaran yang berjumlah ribuan itu yang tidak lolos seleksi.
Rasanya sudah saatnya memberikan pengarahan agar anak-anak kita mempunyai semangat entrepreneurship. Sedikit sekali lapangan pekerjaan yang ada dibandingkan dengan jumlah orang yang membutuhkan pekerjaan. Kalau pemahaman mengenai kewirausahaan itu diajarkan di tingkat perguruan tinggi, rasanya sudah cukup terlambat. Seharusnya dari TK anak sudah diperkenalkan pada suatu jenis pekerjaan baru yaitu menjadi pekerja mandiri, menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan manfaat bagi orang banyak. Berikan pemahaman bahwa cita-cita itu bukan saja menjadi insinyur, dokter, banker, tapi juga menjadi pengusaha atau entrepreneur atau wirausaha.
Untuk mempercepat diterimanya pemahaman ini secara luas dimasyarakat kita dapat memulainya dengan melatih para guru mulai dari tingkat TK, SD, SMA sampai perguruan tinggi mengenai “entreprenuership atau jiwa kewirausahaan”. Para guru dan dosen adalah ujung tombak untuk menyampaikan perubahan pola berfikir dari berjiwa pekerja menjadi berjiwa wirausaha. Bina juga para pengusaha kecil dengan sungguh-sungguh.Pembinaan terhadap pengusaha kecil harus dilakukan dengan komitmen penuh serta serius, agar tercipta pengusaha yang tangguh. Keberhasilan para pekerja mandiri atau pengusaha ini akan memberikan citra positif kepada masyarakat. Dengan masyarakat mengetahui bahwa menjadi pengusaha atau wirausaha atau entreprenueur itu juga dapat memberi kehidupan layak, maka 10 tahun yang akan datang akan terlihat makin banyak orang Indonesia mandiri, yang dapat memberi lapangan pekerjaan dan bermanfaat kepada lingkungannya. Tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang dibawah
Sabtu, 10 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar