JAKARTA-MI: Meski terus menuai protes dari kalangan buruh, praktik alih daya (outsourcing) dalam penyediaan kebutuhan tenaga kerja nasional tidak bisa dihindarkan. Bahkan sejak krisis ekonomi global, outsorcing semakin banyak digunakan kalangan pengusaha dan industri.
\\"Seiring krisis global, tidak bisa dipungkiri penggunaan jasa outsorcing merupakan salah satu cara efisiensi yang dilakukan perusahaan. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga dalam skala global,\\" ujar Programme Officer Organisasi Buruh Interdnasional (ILO) Lusiani Julia saat Workshop Trend Global Outsourcing yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) di Jakarta, Kamis (13/8).
Selain menggunakan outsorcing secara langsung, banyak juga perusahaan yang mengubah status pekerja tetap menjadi pekerja kontrak. Secara global, rata-rata jumlah pekerja yang dialihstatuskan mencapai di atas 20 persen.
\\"Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia juga tidak luput dari kondisi ini. Rata-rata sekitar 28 persen,\\" ujar Lusiani.
Meski status pekerja kontrak yang menggunakan jasa outsorcing banyak ditentang, di negara lain justru sudah umum dilakukan.
\\"Di negara maju, tidak pernah muncul permasalahan status pekerja ini karena sistem jaminan sosial (seperti Jamsostek) sudah sangat melindungi hak-hak pekerja. Di Indonesia pekerja yang dilindungi Jamsostek di bawah 30 persen,\\" ujarnya.
Disebutkan, di sejumlah negara Asia, perubahan status tersebut terjadi hingga di atas 20 persen. Filipina, misalnya, diperkirakan jumlah pekerja kontrak mencapai 35 persen dari total pekerja.
\\"ILO tidak melihat outsorcing harus dilarang. Namun untuk di Indonesia, outsorcing banyak dilakukan perusahaan-perusahaan untuk menghindari kewajiban-kewajiban perusahaan seperti masalah tanggungan kesehatan, keselamatan pekerja, kewajiban pajak dan lain-lain,\\" ujar Lusiani.
Menurutnya, setidaknya ada 3 hal utama kenapa perusahaan melakukan langkah outsorcing yang bisa dibenarkan secara ketentuan.
\\"Pertama mengenai pengurangan biaya tenaga kerja dari sebuah perusahaan yang sedang mengalami kesulitan dengan tujuan agar perusahaan tersebut tetap hidup. Kedua, alasan yang bisa diterima adalah, dalam rangka perusahaan mencari tenaga kerja yang kompeten dalam hal-hal pekerjaan yang tidak permanen atau hanya sesaat saja. Dan ketiga, outsorcing dibolehkan ketika di suatu perusahaan sedang terjadi reorganisasi, untuk menggantikan sementara karyawan yang berhalangan,\\" papar Lusiani.
Namun modus menghindari kewajiban itu memang kentara sekali di Indonesia. \\"Kalau di Indonesia praktek outsorcing dan kerja kontrak untuk menghindari kewajiban dari undang-undang misalnya soal pesangon,\\" jelasnya.
Bahkan dalam banyak kasus, perusahaan memilih melakukan outsorcing karena takut para pekerjanya melakukan serikat. Ini karena umumnya pekerja outsorcing tak ada waktu untuk berserikat.
Ada juga perusahaan melakukan hal tersebut dengan alasan menghindari pemogokan, atau menghindari masalah K3 agar tidak pusing-pusing atau mengindari penerapan jaminan sosial, keamanan dan kesehatan dan jaminan lain. \\"Ini yang kita tidak inginkan,\\" harapnya.
Menurut Lusiani, 188 negara anggota ILO umumnya menerapkan sistem outsorcing yang berbeda-beda karena permasalahan yang dihadapi pun berbeda.
\\"Kebijakan di Indonesia selama ini berpegang dalam prinsip bisnis inti dan noninti (core dan noncore bussiness) dalam penerapan outsorcing. Pengusaha akan memilah sektor mana yang bisa di-outsorcing dan mana yang tidak,\\" ujar Lusiani.
Dari data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) terdapat lebih dari 200 perusahaan outsorcing di seluruh Indonesia. (Jaz/OL-7)
Tenaga Asing Siap Masuk ke Indonesia
JAKARTA (Lampost): Potensi serbuan tenaga kerja outsourcing asing diperkirakan semakin marak dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini sejalan dengan kesepakatan-kesepakatan lintas profesi antarnegara yang dinaungi Badan Perdagangan Dunia (WTO) atau kerangka kerja sama lainnya.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan Publik, Hariyadi Sukamdani, di kantornya, Kamis (13-8). "Oh iya, akan banyak pemain asing masuk, misalnya pada 2010 nanti dokter asing sudah boleh masuk, yang selama ini di-protect oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) misalnya dari Bangladesh, Pakistan," kata. dia
Ia menambahkan serbuan tenaga outsourcing asing tersebut tidak terlepas juga dari kondisi pasar kerja di negara masing-masing khususnya untuk tenaga terlatih. Saat ini, menurut Hariyadi, kompetensi tenaga outsourcing dalam negeri harus terus berbenah untuk mengimbangi serbuan tenaga asing. "Pasti akan lebih banyak," ujarnya.
Hariyadi juga mengatakan serapan tenaga outsourcing yang dibutuhkan di dalam negeri juga akan semakin besar karena masalah outsourcing adalah hal yang alamiah. Bahkan sekarang ini mulai ada tren tenaga outsourcing merambah ke sektor-sektor pekerjaan primer dari sebelumnya hanya sebatas jenis pekerjaan sekunder.
Selama ini, kata Hariyadi, penerapan outsourcing di Tanah Air dinaungi peraturan dalam undang-undang. Selain itu, penerapan outsourcing tidak bisa dihindari karena menyangkut efisiensi perusahaan, misalnya, yang dilakukan sektor perbankan. "Outsourcing terjadi karena lebih pada sifat pekerjaan, misalnya perminyakan, perbankan, sektor penangkapan ikan," ujarnya.
Siapkan Jalan Tengah
Di lain pihak, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia terus mendorong-dorong pemerintah untuk segera melakukan revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan.
Kadin memiliki pemikiran agar dalam revisi tersebut harus dicari jalan tengah antara menghapuskan pesangon dan mengurangi jumlah tenaga outsourcing.
Ketua Umum Kadin M.S. Hidayat mengatakan saat ini pihaknya terus melakukan desakan kepada pemerintah untuk me-review kembali UU No. 13 Tahun 2003, meski sebelumnya pemerintah menegaskan tidak akan merevisi. "Ini terkait dengan review Undang-Undang No. 13, catatan kita terkait dengan pesangon di luar negeri nggak ada, kenyataannya dihindari oleh perusahan-perusahaan besar," kata Hidayat di sela acara Workshop Outsourcing di kantornya, Kamis (13-8).
Rencananya dalam waktu dekat, Kadin akan mengajak bicara pemerintah secara akal sehat terkait review UU No. 13 Tahun 2003, di antaranya masalah outsourcing yang selama ini dilakukan bisa dikurangi termasuk mengenai adanya ketentuan tinjauan pemberlakuan pesangon.
Dia mengatakan masalah outsourcing, di negara seperti India sudah sangat lazim, termasuk diterapkan kebanyak sektor untuk semua level jenis pekerjaan bahkan sampai level CEO. "Kita inginkan masalah review ini, bisa diletakan secara proporsional, bisa perusahaan yang memakai outsourcing untuk selanjutnya menjadi karyawan tetap," kata Hidayat.
Hidayat mengatakan jika review UU No. 13 Tahun 2003 sudah menjadi keputusan pemerintah, pihaknya mewakili pengusaha di dalam negeri sangat siap untuk diajak terlibat untuk melakukan dengar pendapat di DPR, khususnya masukan mengenai pesangon dan tenaga outsourcing. "Kita akan masukan (usulan) pada September ini," kata dia. n U-2
Lampungpost, (kilasberita.com/asd/dtc)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar