Beberapa waktu lalu, Iftida Yasar mengikuti konferensi perburuhan se-dunia (ILC) di Jenewa, kota tua di Swiss yang menyimpan sejuta pesona. Berikut cuplikan kisahnya:
Sebelum berangkat untuk mengikuti sidang tahunan ke 95 International Labour Conference (ILC) saya tidak sempat mengecek berapa suhu udara di sana. Karena sudah masuk ke musim semi, maka saya perkirakan cuaca sekitar 18 sampai 20 derajat C. Begitu mendarat di bandara Zurich dan keluar dari pesawat, angin dingin terasa menusuk tulang diitambah hujan gerimis membuat saya kedinginan. Saya menyesal tidak membawa persediaan baju hangat yang memadai. Rupanya suhu masih antara 10 - 12 derajat C.
Suasana demam piala dunia sepakbola 2006 sudah mulai terasa begitu memasuki bandara Dubai International Airport.Semua pesawat Emirates ditulis “Official partner for world Cup 2006, Germany “. Di Genewa rupanya ada pertandinganpersahabatan antara Brazil dan New Zealand.Sepanjang jalan dipenuhi para supporter Brazil yang mengenakan kostum berwarna hijau kuning.
Memasuki hari ketiga apalagi sudah menuju kearah selatan daerah yang lebih hangat yaitu Geneva membuat perjalanan ini menjadi lebih menyenangkan. Walaupun masih musim semi, matahari sampai jam 22.00 masih bisa dinikmati sambil minum kopi menghadap danau atau sungai yang jernih dengan latar belakang pegunungan yang hijau.Walaupun menurut ukurn orang asia udara masih sejuk tapi orang Swiss pada saat istirahat makan siang sudah mulai berjemur diri ditaman sambil menikmati makan siang.
Rata-rata kota di Swiss dikelilingi oleh pegunungan Alpen yang masih menyisakan salju di puncaknya dan juga memiliki sungai dan danau yang jernih dan banyak ikannya. Ada tiga bahasa yang sering dipakai di Swiss yakni bahasa Jerman yang merupakan bahasa nasional, bahasa Perancis dan bahasa Italia. Jadi, jika Anda baru saja belajar menggunakan bahasa Jerman dengan Gutten Morgen ketika di Zurich, begitu sampai di Geneva sudah berubah lagi menjadi Bonjour. Sayang sekali, saya tidak sempat menginjakkan kaki di daerah yang berbatasan dengan Italia, sehingga ucapan salam Bonjorno belum sempat dipakai.
Sepanjang pengamatan saya, rata-rata orang Swiss cantik dan ganteng. Wanitanya ramping dengan kulitnya yang halus. Laki-lakinya juga ganteng dan menarik, termasuk kondektur kereta api yang saya saya jumpai, yang gantengnya mirip dengan David Beckham. Mereka juga ramah dan helpfull jika kita menanyakan tentang sesuatu. Angkutan umum seperti kereta api, bis dan boat sangat baik dan nyaman.Jangan tanya berapa harganya, sebab jarak sekitar 10 km saja kita harus membayar sekitar Rp 30.000/sekali perjalanan. Lebih baik membeli karcis terusan yang dapat digunakan untuk angkutan kereta api, bis dan boat.
Saya membeli karcis terusan untuk 4 hari yang bisa digunakan tidak secara berurutan yang dapat digunakan untuk seluruh Swiss dengan harga 295 Swiss frank.Harga ini kalau di kurs cukup mahal sekitar Rp 2.250.000,- tapi jauh lebih murah dibandingkan jika kita membeli secara satuan. Dengan karcis ini saya berkeliling ke Lucerne, suatu kota tujuan wisata yang sangat indah yang jaraknya 2 jam dari Zurich.
Saya juga menikmati indahnya danau di Lucerne dengan naik kapal pesiar yang berkeliling melewati kota-kota kecil yang indah di sekitar pegunungan. Jangan lupa untuk mengambil rute "Golden Panaromic" yaitu sebuah perjalanan dengan kereta wisata yang memakan waktu sekitar 10 Jam pulang pergi menikmati indahnya seluruh dataran Swiss dengan pemandangan alamanya yang sangat bersih dan indah.
Soal makanan, di kota ini sangat mahal. Makan siang yang sederhana di restoran Thai, misalnya nasi dengan tumis ayam dan sayur serta teh panas menghabiskan sekitar Rp140.000/orang.
Sebenarnya masih banyak obyek iwisata utama di Jenewa. Misalnya Jet d'Eau (jet-air atau air mancur) dengan ketinggian 140 meter di Danau Jenewa yang dapat dilihat dari seluruh kota. Tempat wisata lainnya adalah Flower Clock, Art and History Museum (Museum Seni dan Sejarah), International Red Cross and Red Crescent Museum (Museum Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional), serta Palais des Nations yang merupakan markas PBB di Eropa.
Setelah beberapa hari menikmati indahnya Jenewa, saya jadi teringat Indonesia. Rasanya kita banyak mempunyai pemandangan yang sama indahnya dengan Swiss, tapi perbedaan besarnya adalah di Indonesia sampah bertebaran dimana-mana.
Rabu, 01 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar