Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, 15 Oktober 2009

Up date berita outsourcing dari Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com — Sistem kerja alih daya atau lebih dikenal dengan outsourcing tampaknya masih menjadi kontroversi dan mendapatkan stigma negatif bagi sebagian kalangan. Stigma negatif ini disebabkan pemahaman yang kurang karena ada implementasi di lapangan yang menyimpang.
Demikian salah satu butir kesimpulan dalam diskusi "Trend Global Outsourcing" yang diadakan di Crown Plasa Hotel, Kamis (16/7) di Jakarta.
Diskusi yang menghadirkan pembicara Carmelo Noriel, Technical Officer dari International Labour Oganization (ILO) Filipina, dan Hasanudin Rahman dari Kadin ini juga sekaligus sebagai ajang launching buku Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing karangan Iftida Yasar, anggota Kadin.
Dalam diskusi ini Carmelo membagikan pengalamannya akan studinya tentang sistem outsourcing di beberapa negara termasuk negaranya, Filipina.
Menurut Carmelo, suka atau tidak suka, sistem kerja outsourcing akan semakin berkembang. Hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju.
Menurutnya, dengan sejumlah alasan, sistem kerja outsourcing sangat diperbolehkan. "Misalkan perekonomian dalam kondisi resesi sehingga perlu memangkas tenaga kerja, atau ada restrukturisasi guna pengembangan sektor usaha," kata Carmelo.
Namun, Carmelo mengatakan, sistem outsorcing boleh dilakukan atas dasar dialog dan sosialisasi kebijakan yang baik antara penyedia jasa (vendor) dan karyawannya.
Ia mencontohkan, di negara maju seperti Denmark dan Belanda, para pekerja outsourcing sangat banyak. Namun, di sana angka penganggurannya sangat kecil. "Setiap pekerja di sana apabila berhenti dari satu pekerjaan, ia tak akan sulit mendapatkan pekerjaan berikutnya," ujar Carmelo.
Menurutnya, hal ini bisa terjadi karena ada keterbukaan dan sosialisasi yang baik antarpekerja dan penggunanya. "Yang penting harus memperhatikan perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut. Yakni pemenuhan hak-haknya akan upah yang seminimalnya sesuai dengan standar minimum," kata Carmelo.
Menurutnya, Organisasi Buruh Internasional (ILO) pun tak ada kebijakan khusus soal outsourcing. "Yang menjadi kekuatan utama dalam ILO adalah kekuatan social dialogue," tegasnya lagi.
Sementara Hasanudin mengatakan, semua aspek industri tidak bisa menghindari outsourcing. Justru outsorcing adalah sebuah solusi dan alternatif guna memperluas lapangan kerja yang akan mengurangi pengangguran. "Yang perlu diperhatikan adalah supaya para pelaku bisinis agar mengikuti aturan main. Dengan begitu tidak akan ada masalah," kata Hasanudin.
Menanggapi kontroversi tentang UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 yakni Pasal 64, 65, dan 66 yang dianggap tidak berimbang, Hasanudin mengatakan, jika memang diperlukan revisi tentu saja harus melalui koridor yang berlaku, yakni melalui DPR "Tak perlulah ada demo-demo," tegas Hasanudin.

Tidak ada komentar: