Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 13 Januari 2009

Hemat

Saya berasal dari keluarga sederhana, ibu saya guru TK dan ayah saya pegawai negeri.Sebenarnya kehidupan keluarga kami bisa lebih dari cukup jika saja ayah dan ibu saja tidak mempunyai jiwa sosial yang sangat besar. Waktu kecil saya kesal sekali karena harus berbagi dengan banyak orang yaitu saudara yang ikut dirumah, saudara yang dikampung dan banyak lagi yang ga habis2nya. Dalam pikiran saya waktu itu jika ga ada saudara yang harus dibagi mustinya banyak keinginan saya yang dapat dipenuhi orang tua. Alhasil karena harus berbagi maka kami terbiasa hidup hemat. Misalnya soal makan saya dan adik-adik tetap dapat makan nasi dengan lauk ayam atau daging, dibandingkan dengan saudara dari kampung yang masuk dalam golongan kelas dua hanya makan dengan lauk tempe, tahu dan sayur. Tapi kalau dibandingkan dengan tetangga sebelah saya ibunya selalu menyediakan makanan sore atau coklat (yang waktu itu adalah barang mewah) untuk anak2nya, sedangkan dirumah jarang ada makanan sore. Kalau saya minta ini itu pasti ibu atau ayah saya bilang sabar ya tunggu gajian. Banyak hal membuat saya harus menyesuaikan antara keinginan dengan kemampuan orang tua ditambah lagi dengan wejangan bahwa jangan beli barang yang mahal-mahal nanti saudara yang ikut pada iri. Kalaupun saya memaksa minta dibelikan suatu barang biasanya orang tua saya akan bertanya detail apa gunanya, apakah bisa diganti dengan barang lain? Bukankah kamu sudah punya, dan pertanyaan-pertanyaan lain. Kalaupun saya mendapatkannya sudah pasti dengan perjuangan keras dan koleksi berbagai jawaban yang masuk akal. Tidak heran saya jadi terbiasa hemat, dan membeli sesuatu berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan..

Karena pengalaman itu saya bertekad untuk menjadi pengusaha agar dapat hidup secara layak. Dalam bayangan saya jika saya tidak mengandalkan hidup dari gaji bulanan, maka setiap saat apa yang saya inginkan akan dapat dengan mudah didapat. Tapi dalam kenyataannya walaupun sudah jadi pengusaha saya tetap menjalankan pola hidup hemat, membeli dengan cara cerdas dan sesuai kebutuhan. Dalam mendidik anak saya juga menerapkan apa yang diajarkan oleh orang tua dan anak saya juga mempunyai pendapat yang sama tentang saya seperti dulu saya terhadap orang tua saya..”Mama pelit”...Hasil didikan saya ternyata pernah menjadi bumerang bagi diri sendiri.Anak saya pernah bersekolah di Malaysia. Pada kesempatan liburan saya datang menjenguk selama 4 hari.Seperti layaknya turis kita pergi berjalan-jalan.Dari apartemen anak saya ke kuala Lumpur memerlukan waktu kurang lebih 2 jam.Mula-mula harus menunggu bis untuk sampai di stasiun kereta api, lalu dilanjutkan naik kereta api dan disambung dengan monorail.Hari pertama dan kedua saya masih semangat, tapi menjelang hari ketiga betis rasanya sudah cape sekali.Saya katakan kita naik taksi saja, sebab malas dan cape naik kereta dan bis tapi anak saya bersikeras tidak mau dan menganggap saya manja dan boros.Katanya ongkos taksi 10 kali lipat dari ongkos kereta api dan bis.Alhasil pulang dari Malaysia saya langsung pijat karena pegal semua badan mengejar bis dan kereta api tiap hari. Rupanya ajaran hemat itu sudah melekat juga dalam diri anak. Saya ingat ia juga sulit untuk mendapatkan uang tambahan diluar jatahnya sehingga kalau musim libur tiba biasanya anak2 menjual kembang api dan menyewakann komik.Saking giatnya mencari uang tambahan pernah anak yang besar menjadi penyedian jasa ojek payung diujung komplek rumah kami.Pantas setiap hujan tiba dia menghilang dan pulang selalu dalam keadaan basah kuyup.

Pada dasarnya manusia selalu mempunyai keinginan yang tidak pernah habisnya. Kalau sudah punya ini mau punya itu, begitu terus tidak ada habisnya. Saya selalu menggambarkan diri saya jika saya bangkrut atau dipecat misalnya dari pekerjaan adakah barang atau harta benda yang bisa dijual untuk menyambung hidup selama tidak ada pemasukan. Adakah uang tabungan yang bisa dipakai dalam jangka waktu lama sehingga kita tetap dapat hidup layak. Jika jawabannya tidak ada, maka kita berada dalam posisi yang membahayakan. Kita bisa menyusahkan orang lain (saudara, teman dan masyarakat jika tidak mampu menolong diri sendiri).

Coba lihat bagaimana gaya hidup kita pada saat punya uang. Bagaimana pola makan kita, apakah selalu makan diluar, jajan, bukan membawa makanan dari rumah?. Selalu menggunakan taksi jika tidak punya mobil? Kenapa tidak naik bis, angkot, busway atau mencicil motor atau mobil?. Setiap akhir pekan selalu nonton film, makan di mall? Setiap 6 bulan berganti ponsel? Selalu mengikuti mode terbaru, baju dan asesoris lainnya selalu up to date?. Potong rambut di salon tempat artis yang harganya selangit?. Jika kita mampu untuk mempunyai gaya hidup yang mewah maka tidak ada masalah. Tapi tetap akan lebih baik jika selalu ada dana tabungan yang disisihkan tiap bulan sebagai hasil dari penghematan yang kita lakukan. Dengan membawa bekal makan siang, kita bisa menabung uang jajan diluar. Dengan mencicil motor atau mobil, kita sama saja menabung dan dapat memiliki kendaraan dibandingkan selalu naik taksi atau kendaraan umum lain yang kalau dijumlahkan sama besarnya uang transport yang dikeluarkan.

Sekali lagi bayangkan jika kita dipecat atau bangkrut atau sakit, pikirkan apakan baju , tas dan sepatu keren dapat dijual dengan mudah. Kalau dapat dijual berapa harganya?.Seberapa bagus dan topnya pakaian, sepatu atau tas yang kita miliki, jika dijual sebagai barang bekas maka tidak ada harganya.Berbeda jika kita terbiasa membeli atau mencicil TV, kulkas, motor atau mobil, setidaknya jika dijual masih mempunyai nilai yang baik. Apalagi jika kita terbiasa menabung, membeli asuransi kesehatan atau membeli emas, maka jika suatu saat ada musibah atau diperlukan kita dapat menolong diri kita sendiri.

Mulai sekarang tinggalkan gaya hidup boros, mulailah memilih mana yang benar-benar kita butuhkan. Ubah gaya hidup , ingat pepatah “Hemat pangkal kaya” masih relevan dalam kehidupan ini.

2 komentar:

BSN mengatakan...

Tulisan Ibu yang satu ini ringan tapi bermakna dalam, berbeda dengan tulisan lain yang perlu lebih intensif pemahamannya. Semoga blog Ibu selalu berwarna seperti ini agar pengunjung seperti saya lebih sering baca blog Ibu. Btw saya usahakan akan datang di acara Ibu nanti. Cuma akan saya lihat jadual kantor saya dulu. Salam ...

iftidayasar mengatakan...

terima kasih komentarnya
saya memang rajin menulis, kadang2 suka ga dibaca lagi, jadi mungkin ada yang ringan dan ada yang agak ruwet
terima kasih sudah memberi masukan
semoga bisa ketemu tgl 23