Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 30 Januari 2009

Bisnis Outsourcing dalam ulasan Bisnis Indonesia

RI sulit raih bisnis outsourcing dunia
Krisis akan picu perusahaan multinasional pakai jasa alih daya

JAKARTA: Peran Indonesia dalam bisnis jasa alih daya (outsourcing) dunia yang mencapai US$32 miliar per tahun, masih sangat minim, karena keterbatasan sumber daya manusia dan kemampuan berbahasa Inggris yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.

Iftida Yasar, Penasihat Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (Abadi), mengatakan pekerjaan seperti pembuatan film animasi dan pengurusan klaim dari perusahaan berskala multinasional merupakan dua jenis bidang usaha yang paling membutuhkan penyedia jasa outsourcing.

"Ada US$32 miliar business process outsourcing di dunia per tahun, dan kita kebagian apa? Call center merupakan salah satu bisnis yang paling banyak dilakukan lewat jasa outsourcing. Namun, kita sulit mendapatkan bisnis itu karena kemampuan berbahasa Inggris kita belum bagus," ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Perkerjaan-pekerjaan tersebut merupakan pesanan dari perusahaan yang berlokasi di luar negeri, tetapi dapat dikerjakan dari dalam negeri, sehingga menjadi jauh lebih murah dan mudah.

"Dalam kondisi krisis seperti ini tentunya sulit berharap investor atau perusahaan asing mau membangun pabrik atau kantor di sini. Namun, kalau pengalihan sebagian pekerjaannya ke Indonesia, mereka [perusahaan] asing cukup hanya menyewa kantor di sini dan tenaga kerjanya direkrut oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing," jelas Itfida.

Dia mencontohkan pekerjaan untuk sistem penggajian (payroll) 800.000 karyawan satu perusahaan elektronik asing yang berhasil diperoleh perusahaan penyedia jasa outsourcing di Singapura. Pekerjaan itu membutuhkan 500 orang pegawai.

Oleh sebab itu, dia yakin industri outsourcing akan mampu menjadi alternatif bagi pembukaan lapangan pekerjaan, di tengah krisis ekonomi global yang memaksa hampir seluruh perusahaan di dunia harus berhemat.

Minimnya investasi langsung yang masuk ke Indonesia juga dapat diakali meningkatkan kemampuan industri jasa outsourcing, sehingga dapat menjadi pilihan utama bagi perusahaan-perusahaan internasional yang membutuhkan jasa tersebut.

Pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, menurut Iftida, juga akan jauh lebih aman bila dilakukan lewat sistem alih daya.

Pengawasan TKI akan menjadi lebih mudah karena perusahaan penyedia jasa outsourcing yang akan melakukan pemantauan langsung.

Adapun, menurut Winarso S. Tjokrosudirdjo, Wakil Ketua Abadi, jumlah perusahaan penyedia jasa outsourcing di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 500 hingga 600 perusahaan.

Namun, perusahaan berskala besar dan dikelola dengan profesional masih sangat terbatas. Perusahaan yang tergabung dalam Abadi juga belum genap 100.

Perbankan, perminyakan (energi), dan telekomunikasi merupakan sektor usaha yang paling banyak menggunakan tenaga kerja dari perusahaan penyedia jasa outsourcing.

Tumbuh 40%

Sapto Satrioyudo, Ketua Umum Abadi, beberapa waktu lalu memperkirakan bisnis penyedia jasa alih daya di Tanah Air akan tumbuh 30%-40% pada tahun ini, menyusul semakin tingginya permintaan terhadap pekerja outsourcing dari berbagai bidang pekerjaan.

Dia menyebutkan pertumbuhan bisnis tersebut juga dipengaruhi oleh semakin terbukanya potensi aliansi dengan perusahaan luar negeri, guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja alih daya yang juga sedang tumbuh di luar negeri.

Sapto menambahkan industri penyedia tenaga kerja alih daya juga masih menghadapi tantangan seperti keberanian untuk ekspansi ke dunia luar, di tengah pro kontra di dalam negeri yang masih belum usai juga.

Outsourcing di Indonesia, ujarnya, masih dipandang sebagai strategi konsep, belum dijadikan alat atau sarana yang bertujuan menekan angka pengangguran dan peningkatan devisa bagi negara.

Kendati masih diwarnai pro dan kontra, penggunaan jasa tenaga alih daya tidak bisa dihindari, sebab merupakan strategi penting bagi pelaku bisnis untuk terus bertahan di tengah kondisi ekonomi yang cenderung fluktuatif. (yeni.simanjuntak@bisnis.co.id)

Oleh YENI H. SIMANJUNTAK

Tidak ada komentar: