Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 12 Januari 2009

How Low can You Go

Ini bukan iklan rokok, tapi cerita tentang seberapa tahan kita menghadapi situasi sulit dan bagaimana respon serta tindakan kita dalam mengatasinya. Tidak ada seorangpun yang berharap akan mendapatkan kesulitan, musibah, masalah atau hal yang tidak menyenangkan.Kalau bisa hidup ini adem ayem, sedikit masalah, banyak kebahagiaan dan hubungan dengan saudara, suami, istri, teman dalam keadaan baik2 saja.Tapi yang namanya masih hidup didunia ini tidak lepas dari masalah, kebahagiaan yang kekal hanya ada nanti di surga, kalau kita sudah berpulang.

Jika orang lain menyesal setelah membeli barang dari kita, menyesal telah melakukan kerjasama dengan kita atau menyesal telah memilih kita dalam Pilkada, maka ada yang salah dengan apa yang kita lakukan. Waktu menawarkan kerjasama, mengobral janji kampanye kok kayanya hebat, bagus, meyakinkan, dan everything is okay. Tidak taunya kok berakhir dengan kekecewaan. Bisa juga hati-hati kalau kita memberikan referensi atau merekomendasikan pihak ketiga untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Kalau sampai tidak beres urusannya, maka nama kita sebagai penjamin ikut rusak.Kita harus tau persis kualitas luar dalam orang yang kita rekomendasikan. Jangan sampai hanya ingin mendapatkan komisi proyek merekomendasikan atau menjamin orang yang menerapkan pepatah “ditanggung tidak rugi” tapi dalam bahasa Arab yang bacanya terbalik “Rugi tidak ditanggung”.Kalau ingin menerapkan hubungan pertemanan, bisnis atau apapun bentuk hubungan dengan orang lain yang berjangka panjang, langgeng dan abadi, jangan sampai kesan atau pendapat orang lain untuk kita seperti cerita diatas.

Kembali lagi ke “How low can You Go” adalah seberapa kita tahan dalam penderitaan untuk tidak melakukan hal-hal buruk. Seberapa tahan kita tetap mempertahankan prinsip nilai baik dalam berhubungan dengan orang lain. Padahal mungkin disekeliling kita semua orang saling sikat dan injak untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Atas nama kepepet, aji mumpung, dan kalau bukan sekarang kapan lagi semua dilakukan untuk meraih keuntungan. Banyak orang yang tidak perduli bagaimana proses pencapaian keberhasilan itu dilakukan. Ia hanya berkonsentrasi terhadap pencapaian hasil, bukan bagaimana cara mencapai keberhasilan itu.

Saya banyak melakukan perjalanan hampir keseluruh wilayah nusantara.Sangat menyenangkan bila mengunjungi daerah yang tertata dengan baik, indah dan bersih. Kemajuan daerah yang signifikan terlihat di kota Palembang yang berubah drastis dari kota yang kumuh, becek dan kotor menjadi bersih, rapih dan teratur. Pejabat yang bekerja dengan benar dan sunggguh akan terlihat hasilnya secara nyata dan menjadi contoh bagaimana jika ada kemauan pasti bisa baik. Disisi lain sangat menyedihkan di banyak kota di Indonesia masih banyak daerah yang tidak tertata dengan baik. Daerah dengan kelas provinsi tidak beda dengan kelas kecamatan. Padahal katanya begitu banyak dana dialokasikan untuk pembangunan daerah.

Biasanya saya selalu mencari tahu bagaimana fasilitas umum yang dibangun pemerintah daerah, terutama yang berhubungan dengan pariwisata. Sangat menyedihkan bagaimana rakyat pada musim liburan sudah bahagia piknik dipinggir sungai atau pantai tanpa fasilitas sama sekali.Kalaupun ada hanya fasilitas sederhana yang dibangun ala kadarnya, tapi pungutan masuk jalan terus.Begitu banyak studi banding ke daerah lain ditanah air yang dapat dijadikan contoh. Apalagi bukan rahasia kalau studi bandingnya maunya sampai keluar negeri.Padahal lihat saja bagaimana Pemda DKI Jakarta yang bekerjasama dengan dan swasta membangun fasilitas terbaik untuk wisata di Ancol. Kalaupun belum mampu membuat wahana sekelas Dufan, cukup pantai yang indah ditata dengan baik dan dijaga kebersihannya.

Begitu banyak pekerjaan rumah yang tidak terselesaikan bahkan menjadi bom waktu, karena falsafah aji mumpung tadi. Kalau kita menjadi pejabat bukan kesejahteraan dan fasilitas rakyat yang diutamakan, tapi diri sendiri dulu yang sejahtera. Bencana alam, longsor, banjir, kebakaran, selalu terulang setiap tahun tanpa tahu jawabannya kapan semua akan berakhir.Para pejabat datang silih berganti tapi penderitaan rakyat tetap saja bahkan bertambah susah. Semakin meningkatnya jumlah orang miskin, jumlah pengangguran dan antrian minyak tanah yang sudah terjadi sejak saya kecil tahun 60 menunjukan kita masih jauh dari sejahtera.

Kesejahteraan rakyat jangan hanya menjadi impian kosong yang tidak pernah terwujud dari tahun ketahun. Ketika terpilih menjadi presiden, menjadi gubernur, menjadi bupati, jangan lalu sibuk mencari sabetan untuk mengembalikan dana kampanye atau sudah sibuk memikirkan bagaimana agar terpilih kembali. Konsentrasilah untuk mensejahterakan rakyat, karena rakyat butuh kenyataan bukan janji. Dilain pihak sektor swasta juga jangan berorientasi pada proyek yang didapatkan dari kasil KKN dengan para pejabat. Jadilah profesional dibidangnya masing-masing, dimana mendapatkan proyek atau pekerjaan karena kualitas dan kemampuan bukan KKN.Swasta harus mampu mandiri dan memberikan kontribusi nyata terhadap terciptanya pelaksanaan bisnis yang dijalankan dengan etika yang baik.

Semoga tahun baru 1430 H masih menyisakan harapan untuk membuat kita semua menahan diri untuk memperkaya diri sendiri dengan jalan haram. Buatlah hidup kita bermakna dan semakin bermanfaat bagi orang lain.Toreh tinta emas kebajikan yang terukir indah setiap tahunnya. Selamat datang harapan, selamat datang masa depan, Selamat tahun baru 1430 H

Tidak ada komentar: